A.
Definisi dan
Fungsi Latar Belakang dalam Penelitian
Perumusan
masalah harus diawali dan disertai dengan latar belakang masalah. Latar
belakang masalah adalah segala informasi yang diperlukan untuk memahami
perumusan masalah yang disusun oleh peneliti. Dengan kata lain, latar belakang
masalah merupakan informasi yang diperlukan utuk mengerti permasalahan yang
ada.[1]
Selain itu, latar belakang masalah juga sebenarnya hendak menjawab pertanyaan
mengapa masalah tersebut dipilih untuk diteliti atau menjadi pokok persoalan.
Menjawab pertanyaan mengapa ini, pada dasarnya menuntut suatu penjelasan yang
logis dan historis menegnai keberadaan masalaah tersebut dalam masayarakat tau
lingkungan sosial tertentu, yang akan menjadi setting penelitian.[2]
Latar belakang masalah adalah alasan-alasan
yang melatar belakangi penelitian suatu masalah ysng
diungkapkan dalam latar belakang masalah adalah hal yang berkaitan
dengan masalah penelitian yang akan dilakukan. Latar belakang penelitian
memiliki fungsi yaitu memberikan alasan mengapa penelitian tersebut dilakukan.[3]
Alasan atau latar belakang penelitian yang dituliskan, yaitu mengapa topik itu
perlu diteliti, apa arti pentignya bagi perkembangan ilmu dan bagi kehidupan
praktek sehari-hari. Masalah penelitian merupakan hasil pemikiran peneliti
ketika menentukan masalah penelitian yang dilanjutkan dengan studi pendahuluan.
Selanjutnya
oleh Dr. Winarno mengungkapkan bahwa. Dengan adanya studi pendahuluan, peneliti akan mengetahui:
1.
Masalah
pokok yang akan diteliti.
2.
Dimana atau kepada
siapa informasi dapat diperoleh.
3.
Bagaimana
cara memperoleh data atau informasi.
4.
Cara yang
tepat untuk menganalisis data.
Latar
belakang memuat tiga hal, yaitu deksripsi fenomena yang akan dikaji, urgensi
serta kelayakan meneliti fenomena tersebut. Pada prinsipnya, ketiga hal
tersebut harus ada dalam latar belakang. Memang, biasanya ketiganya dijelaskan
secara urut, mulai dari deskripsi fenomena, urgensi, lalu kelayakan. Namun,
sebenarnya tidak harus dengan urutan tersebut, yang penting adalah alur
penulisan yang sistematis dan nyaman dibaca.
1.
Fenomena yang akan diteliti
Sebuah
penelitian dilakukan dalam rangka menjawab keingintahuan peneliti untuk
mengungkapkan suatu gejala atau fenomena yang belum terjelaskan, atau suatu
fenomena yang tidak sesuai dengan yang seharusnya. Latar belakang menjelaskan
fenomena tersebut. Dengan kata lain, peneliti harus mampu menjelaskan fenomena
yang akan diteliti serta konteks yang melingkupinya, misalnya konteks sosial,
budaya, ekonomi atau sejarah. Tentu saja, tidak semua konteks perlu dipaparkan,
hanya konteks-konteks yang relevan dengan masalah penelitian saja yang
dijelaskan.
2.
Urgensi meneliti fenomena tersebut
Penelitian
hanya bisa dilakukan terhadap fenomena yang penting, dalam arti bagi masyarakat
luas, tidak hanya penting secara personal bagi peneliti. Dalam bagian ini,
peneliti harus mampu mengungkapkan mengapa fenomena tersebut penting untuk
dikaji.
3.
Kelayakan meneliti fenomena tersebut
Setelah mengungkap urgensi penelitian, peneliti harus
mampu menjelaskan bahwa untuk mengungkap fenomena yang akan dikaji memang
membutuhkan langkah-langkah yang runtut, sistematis dan logis. Singkatnya,
untuk menjelaskan fenomena tersebut secara meyakinkan harus dilakukan
penelitian.[5]
Kelemahan
umum yang harus dihindari dalam penulisan latar belakang ini adalah penjelasan
yang terlalu melebar dan tidak relevan dan penjelasan yang tidak sistematis
atau seringkali berputar-putar dan banyak pengulangan yang tidak perlu.
B. Perumusan Masalah Yang Baik dan Benar
Menurut
Sugiyono (2004:55), masalah diartikan sebagai suatu kesenjangan antara apa yang
diharapkan dengan apa yang terjadi, sedangkan rumusan masalah merupakan suatu
pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data. Rumusan
masalah juga merupakan hulu dari suatu penelitian, dan merupakan langkah yang
penting serta pekerjaan yang sulit dalamsuatu penelitian.[6]
Dari
beberapa pengertian masalah dan rumusan masalah di atas maka dapat disimpulkan
bahwa rumusan masalah itu adalah suatu pertanyaan-pertanyaan pemandu yang akan
dijadikan dasar atau landasan bagi seorang peneliti guna mendapatkan ja-waban
dari suatu masalah yang telah diangkat sebelumnya dalam suatu penelitian
Perumusan
masalah memiliki fungsi sebagai berikut yaitu, fungsi pertama adalah sebagai
pendorong suatu kegiatan penelitian menjadi diadakan atau dengan kata lain
berfungsi sebagai penyebab kegiatan penelitian itu menjadi ada dan dapat
dilakukan. Fungsi kedua, adalah sebagai pedoman, penentu arah atau fokus dari
suatu penelitian. Fungsi ketiga dari perumusan masalah, adalah sebagai penentu
jenis data macam apa yang perlu dan harus dikumpulkan oleh peneliti, serta
jenis data apa yang tidak perlu dan harus disisihkan oleh peneliti. Sedangkan
fungsi keempat dari suatu perumusan masalah adalah dengan adanya perumusan
masalah penelitian, maka para peneliti menjadi dapat dipermudah di dalam
menentukan siapa yang akan menjadi populasi dan sampel penelitian.[7]
Dalam
pendekatan kuantitatif hal pertama yang dapat dilakukan adalah merumuskan
masalah secara tepat dan jelas. Dalam banyak kasus, merumuskan masalah adalah
tahapan yang paling sulit, namun amat penting. Pedoman dalam perumusan maslah
dalah mengungkap apa yang ada di balik gejala masalh tersebu dan
mengidentifikasikan penyebab utamanya.
Evans,
(1997:63) mengungkapkan perumusan masalah adalah konteks dari penelitian dan
ada beberapa alasan mengapa penelitian diperlukana, dan petunjuk mengarahkan
tujuan penelitian. Dan Evans juga menjelaskan ada beberapa karakteristik perumusan
masalah yang baik .
1.
Pada
umumnya menunjukkan variabel yang menarik peneliti dan hubungan deskriftif, di
mana permasalahn secara sederhana diungkapkan ke dalam suatu pertanyaan yang
harus dijawab. Namun demikian arti penting dalam penelitian tetap pada hubungan
antar variabel. Perkecualian dalam hal ini adalah metode penelitian deskriptif,
di mana permasalahan mungkin merupakan suatu pertanyaan sederhana untuk di
jawab. Namun demikian dalam penelitian deskriptif juga akan lebih berarti apabila memperhatikan pertalian
yang ada antara variabel yang diteliti.
2.
Menyusun
definisi dari semua variabel yang relevan, baik secara langsung terhadap
operasional. Definisi operasinal ini harus jelas dan spesifik sehingga tidak
menimbulkan berbagai macam penafsiran yang berbeda, yang pada akhirnya akan
“mengganggu” pelaksanaan penelitian. Arti operasional sendiri adalah penjelasan
dalam terminologi operasional atau proses. Kalau peneliti menyebutkan variabel
produktivitas, peneliti perlu menjelaskan arti operasional dari “produktivitas”
ini. Dalam penelitian yang dilakukan, produktivitas harus mempunyai arti
operasional yang jelas sehingga tidak menimbulkan perbedaan pengertian antara
peneliti dengan pihak lain yang terkait dengan penlitian tersebut.[8]
Dalam
rancangan penelitian masalah yang akan diteliti diletakkan sebagai semacam
perspektif historis. Di dalam masalah itu dijelaskan diemnsi-dimensi apa yang
akan menjadi fokus perhatian serta yang kelak dibahas secara luas dan
sistematis secara mendalam. Persoalannya adalah jeli atau tidak ilmuwan sosial
bersangkutan menatapnya.
Sebuah
fenomena atau praktek-praktek sosial yang diangkat sebagai masalah penellitian,
adalah yang menunjukkan adanya kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan
apa yang terjadi, dilihat dari perspektif ilmu pengetahuan. Terhadap hal itu,
permasalahan tersebut harus mengisyaratkan ada sesuatu yang dicari jawabannya,
dan jawabannya harus melewati sebuah penelitian.[9]
Di
dalam memilih atau menyeleksi masalah yang hendak diteliti, peneliti perlu
mempertimbangkan sejumlah pertanyaan berikut:
1.
Adakah
fenomena yang hendak diteliti yang mengisyaratkan munculnya nilai temuan yang
berarti dan bermanfaat, baik dari segi pengembangan teori maupun kepentingan
masyarakat.
2.
Apakah
fenomena yang dilihat oleh peneliti, betul-betul sebuah masalah yang riil dan
hidup di tengah-tengah msayarakat, artinnya bukan sessuatu yang hanya kesan
selintas yang dangkal kemudian dipaksakan menjadi sebuah masalah.
3.
Apakah
kemugkinan tersedia referensi teoritis yang dapat digunakan sebagai perspektif
untuk memahami dan menjelaskannya.
4.
Apakah
sebuah fenomena sosial itu, dapat memberi kepastian tentang waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan dalam satu proses penelitian.
5.
Apakah
msalah tersebut tidak bertentangan dengan moral dan etika masyarakat.
6.
Apakah
msalah itu betul-betul menarik dan diminati untuk diteliti.
7.
Apakah
masalah itu relevan dengan bidang disiplin keilmuwan si peneliti.[10]
Maka
jelass bahwa perumusan masalah harus dilakukan dengan banyak pertimbangan,
karena peneliti apabila tidak melakuakn hal-hal di atas, bisa saja peneliti
membuang-buang waktu dan tidak menggunakan efisiensitas sebagia pelaku
penelitian dalam bidang sosial.
Sedangkan
Subana dan Sudarajat (2003:65) mengatakan bahwa perumusan masalah juga
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kualitas penelitian itu sendiri,karena
setiap penelitian selalu berangkat dari masalah.
[1] Mudjarad
Kuncoro, Metode Kuantitatif, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2007) hal. 3
[2] Moh. Kasiram, Metodologi
Penelitian Kuantitatif-Kualitatif, (Malang: UIN Malang Press, 2008) hal.189
[3] Tatang Amirin.
Menyusun Rencana Penelitian. (Jakarta: Grafindo Persada, 2000) hal. 53
[4] Arikunto Suharsimi.
Prosedur Penelitian. (Jakarta: Rineka Cipta, 2010) hal 83
[5] Toto Syatori
Nasehuddin. 2011. Metodologi Penelitian : Sebuah Pengantar. Cirebon:
IAIN SNJ, hal 55-57.
[6] Moh. Nazir, Metodologi
Penelitian, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2005), hal. 98
[7] Adi Rianto, Metodologi
Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta:Granit), hal. 14-15
[8] Mudjarad
Kuncoro,... opcit. hal. 3
[9] Bagong
Suyanto, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: Kencana Prenada Group,
2005), hal. 24
[10] Moh.
Kasiram......, opcit, hal. 201-202
Tidak ada komentar:
Posting Komentar